Fastmonitoring! Aplikasi 3D model untuk monitoring
Awal tahun 2012, saat saya masih berkesempatan mengabdikan keilmuan di dunia pertambangan, tepatnya di salah satu tambang terbesar di Kabupaten Berau, monitoring wall merupakan salah satu kegiatan survey yang terus dilakukan baik secara manual dengan menggunakan Total station maupun dengan metode visual. Teknologi terus berkembang dan kebutuhan data akurasi tinggi dalam hitungan jam makin dibutuhkan di lapangan. Kondisi ini merupakan kondisi ideal dimana peran teknologi yang menggabungkan beberapa metode pengukuran survey terestris, perekaman data lapangan secara kontinyu, hitungan statistik berbasis web aplikasi yang terhubung langsung ke server head office, dan penampakan visual sesuai kondisi nyata dilapangan terus dikembangkan untuk menjawab kebutuhan analisa terutama di bidang geoteknik.
Tulisan kali ini tidak akan membahas secara detail dari setiap aspek tersebut. Saya akan menyoroti salah satu aspek monitoring visual berupa data 2D dan 3D yang bisa diperoleh dengan metode UAV. Kita mengenal adanya CCTV yang bekerja dalam satu server yang ditempatkan di beberapa titik pengamatan. Tujuannya jelas, mengamati secara visual. Salah satu data yang diperoleh dari perangkat CCTV ini berupa video. Untuk keperluan praktis data video sudah lebih dari cukup untuk menghasilkan analisa singkat apa yang terjadi pada area yang diamati, semisal wall tambang di cekungan tempat terjadi crack tanah yang jika makin lebar bisa mengakibatkan pergeseran permukaan tanah.
Ternyata kebutuhan data lebih dari sekedar video hasil rekaman maupun real time, namun data 3D yang mampu diukur dimensinya juga sangat diperlukan sebagai analisa awal. Model 3D dari UAV atau Drone bisa digunakan untuk menghasilkan data tersebut. Simak disini bagaimana menghasilkan data 3D dari foto udara UAV atau drone. Apabila menggunakan titik referensi yang sama meski temporal data berbeda, pendekatan model data 3D bisa diperoleh dengan teliti. Apalagi area-area terbuka semisal pertambangan dan area project jalan sudah cukup terbuka. Kondisi ini mampu menghasilkan model DTM dengan akurasi yang cukup untuk sekedar analisa morfologi dan topografi area. Monitoring tidak lengkap tanpa adanya data pembanding, baik data pembanding dari peralatan lain yang lebih teliti, maupun data pembanding dari waktu pengambilan yang berbeda. Hitungan statistik dalam hal ini bisa diterapkan. Kelebihan dengan memanfaatkan model 3D dari UAV atau drone adalah truecolor, yaitu model 3D yang diwarnai sama dengan warna foto udara di lokasi tersebut. Data warna ini saja sudah sangat membantu semisal mengidentifikasi jumlah retakan dan lebarnya di area wall tambang.
Sebagai ilustrasi sederhana pada gambar diatas, lokasi parkir HD yang berada di bawah wall tambang, bukan tidak mungkin bisa saja material wall yang diguyur hujan dengan intensitas tinggi dapat menyebabkan erosi tanah dan pengikisan dinding wall. Tentu sangat berguna apabila kondisi wall tersebut diamati, dan dimonitoring berkala. Dengan demikian perubahan yang nampak di permukaan yang mampu diukur dimensinya mampu direkam dan diketahui. Ini cukup membantu analisa departemen safety dan juga departemen geotek. Sehingga pencegahan kerugian akibat kerusakan yang disebabkan longsoran yang dapat menimpa properti dan SDM yang berada di lokasi bisa diminimalisir. Teknik monitoring serupa tidak hanya bisa diterapkan di pertambangan, namun juga bisa diaplikasikan di sektor lain seperti proyek pembangunan jalan tol, bendungan, bangunan besar, dan pekerjaan-pekerjaan yang berkaitan dengan pengamatan berkala. Termasuk seperti longsor di area jalur lahar dingin, area perbukitan yang rawan longsor. Secara teknis metode ini bisa diterapkan. Akurasi dan presisi tentu selalu bisa menjadi salah satu hal yang bisa diperdebatkan. Namun teknologi yang sudah ada saat ini bisa dimaksimalkan untuk membantu meminimkan faktor resiko kerugian yang bisa diderita.
Semoga bermanfaat.
Lampung, 21 Juli 2017