Lokal tak mau kalah dangan impor, UAVs Aerial Mapping Voltron
Beberapa waktu lalu saya berkesempatan mengunjungi rekan-rekan surveyor saya di ujung utara pulau sumatra. Lebih tepatnya di Sumatra Utara. Bukan rahasia umum apabila surveyor-surveyor tambang selalu mengedepankan hasil pengukuran survey dan pemetaan dengan akurasi tinggi. Apa sebab, karena semua akan terkait dengan hitungan volume, dan setiap volume akan berhubungan dengan” berapa biaya yang dibutuhkan untuk merekayasa, memindah, menggali, dan menimbun volume tersebut” bahasa mudahnya urusan budgeting.
Kenapa? Karena dengan pendekatan teknis di dunia geodesi seperti inilah bisa dilakukan efisiensi budget dalam operasi sebuah site tambang. Saya tidak akan membahas dunia tambang, tapi saya akan bercerita hasil dari kedatangan saya atas undangan mereka untuk melakukan uji hitungan volume pada area yang tak terjangkau manusia, karena lokasi yang terjal dan membahayakan anggota survey di site tambang tersebut. Uji coba ini melibatkan GNSS RTK yang memang sudah digunakan sehari-hari untuk melakukan pengukuran rutin dan rekonsiliasi, unit UAVs impor dari Eropa, dan unit UAV yang kami rakit. Tujuannya selain untuk promosi tentu saja, juga untuk mengetahui teknologi perhitungan volume di area terbuka luas seperti ditambang apakah bisa diterima secara teknis dan dapat dipertanggungjawabkan nilai numeriknya.
Jangan bertanya harga, rakitan lokal tentu harganya jauh lebih murah dari unit UAV impor, dan tentu saja berbeda secara bentuk. Namun bukan itu yang akan kami bandingkan dalam hal ini. Yang akan kami lakukan adalah membandingkan dengan unit yang berbeda, dengan tinggi terbang yang berbeda, dan software pengolahan yang berbeda apakah mampu menghasilkan data yang mendekati sama dan masih dalam toleransi pengukuran.
Gambar disamping ini bukan gambar lokasi tambang tersebut, ini hanyalah ilustrasi dimana saya ingin mengatakan bahwa jenis data yang kami perbandingkan adalah menggunakan data pointclouds yang digenerate dari data UAV dari unit rakitan kami. Kenapa kami memilihi jenis data vector?
Sebenarnya bisa saja kami menggunakan model data mesh, TIN, atau data wireframe untuk melakukan perhitungan volume, tapi bersama dengan owner tambang tersebut kami memiliki pandangan yang sama, bahwa data vektor jauh lebih teliti dan detil untuk perhitungan volume. Data itu seperti apa, seperti gambar di samping. Sekali lagi ini bukan gambar dari tambang yang kami riset, ini adalah ilustrasi saya agar anda mudah memahami apa itu pointclouds using true color.
Kegiatan yang kami lakukan disana adalah, menyiapkan pemasangan patok GCP yang berjumlah 8 titik di area yang bisa dijangkau oleh tim survey dengan pengukuran teliti GNSS geodetik metode RTK. Kemudian sekitar jam 10, unit UAV yang dimiliki oleh owner diterbangkan menyapu area riset, dan bergantian unit rakitan kami yang diterbangkan. Kami tidak bisa terbang pagi karena harus mendapat ijin dari otoritas penerbangan setempat yang juga digunakan oleh aktifitas udara perusahaan. Karena area tidak sampai 150 Ha, 1 flight cukup untuk mendapatkan area seluas 120 ha, area riset berada di 90 Ha, itu pun tidak semua kita komparasi. tidak sampai 1 jam kami sudah menyelesaikan lokasi pertama, selanjutnya pengolahan data yang diawali dengan proses geotag images kami lakukan di kantor.
Berdasarkan dari hasil GCP dan foto udara UAV, kami gabungkan dengan menggunakan software yang berbeda. Owner menggunakan software Pix4D, sedangkan kami menggunakan software Agisoft photoscan untuk generate pointclouds, sedangkan untuk pembuatan orthomosaik kami menggunakan APS Menci. Karena kami fokus di perbandingan hasil volume, maka kami lebih spesifik menggunakan data pointclouds. Berikut adalah hasil dari data pointclouds yang telah diperbandingkan dengan software Surpac.
Ini adalah perbandingan surface to surface dari UAV owner dengan UAV unit rakitan kami. Dari hasil perbandingan ini kami sempat mendapat informasi terjadi perbedaan nilai volume antar hitungan UAV tersebut dikisaran 2-3%. Tentu saja hasil ini masih bisa diperdebatkan dan dilakukan uji lebih jauh. Namun point yang membuat saya happy adalah melihat dari data yang ada, unit rakitan kami ternyata tidaklah terlalu jauh tertinggal dengan unit buatan Eropa, meski UAV unit kami masih dibutuhkan pilot untuk take off dan landing, belum bersistem otomatis seperti buatan Eropa, namun melihat penampang melintang surface tersebut saya sendiri semakin pede dalam memasarkan unit rakitan kami.
Apabila kita crop lebih sempit lagi untuk penampang melintangnya, bisa dilihat pada gambar dibawah ini.
Untuk data lebih detil tentu bukan konsumsi publik, namun apabila rekan surveyor penasaran dengan riset ini, saya bantu untuk bisa berdiskusi dengan rekan-rekan surveyor saya yang terlibat dalam riset ini.
Informasi nilai perbandingan ini saya terima dari telepon di hari ke-3 saya mengisi training UAVs aerial mapping di kantor PLN UIP Sumbagsel, Palembang. Jangan salah liat ya, saya bukan penjual produk DJi phantom, tapi kalau mau menitip pada saya juga boleh. Kami mensuplai kebutuhan UAVs di kantor tersebut untuk keperluan perencanaan dan pemetaan area jalur kabel. Di hari ke 4 training, peserta yang kami fokuskan adalah 2 orang yang kebetulan juga sesama geodet, sudah mampu melakukan pemetaan UAVs Aerial mapping dengan unit latih kami.
Tepian Musi, Palembang 20:11 WIB ; 12 Januari 2016 .