Orthomosaic tegak tidak ketarik tarik dari data 55 m tinggi terbang drone
Masalah klasik yang sering ditemui pada mengolah data drone adalah kenampakan obyek bangunan yang tidak tegak. Apabila merekam bangunan, atap bangunan tidak bisa lurus, namun berkelo kelok, dan sering data mengalami patah bergeser posisi secara horizontal. Kasus ini terjadi pada data yang diambil dengan tinggi terbang rendah semisal di bawah 100 m.
Foto dibawah ini adalah contoh data yang diambil dengan tinggi 55m. setelah dilakukan koreksi keruangan bisa dilihat kenampakan atap gedung yang berkelok kelok bisa dikurangi, dan pandangan tegak bisa ditingkatkan.
Artinya tinggi terbang tidak mempengaruhi hasil orthomosaic tidak bisa tegak atau bergerigi berkelok kelok pada kenampakan bangunan meski hanya 55 m. Anggapan menambah tinggi terbang untuk membaut kenampakan lebih tegak tidak relevan pada kasus data ini. Jika pemahaman tentang koreksi keruangan pada fotogrametri dipahami dengan baik, membuat orthomosaic yang kenampakannya tegak, bukan mustahil meski tinggi terbang dibawah 100.
Berikut saya tampilkan hasil report pengolahan data yang menunjukan tinggi terbang, nilai GSD dan keterangan lain dari orthomisaic diatas. Nampak disebutkan pada laporan ini flying altitude 55.4 m. Ketinggian ini sering disinyalir jadi penyebab orthomsaic tidak bisa tegak dan banyak area yang tidak menyambung dengan benar meski seamline editing sudah dilakukan.
Seamline editing bisa dijadikan salah satu tool untuk membuat mosaic lebih baik, namun tanpa koreksi keruangan 3 D pada surface pmbentuk orthomosaic, maka seamline editing tidak akan membantu banyak dalam menghasilkan orthomosaic tegak dan nyambung tanpa patah patah atau ketarik tarik.
Orthomosaic dengan kenampakan atap gedung berkelok kelok dan tidak tegak masih banyak ditemui pada hasil hasil project foto udara kamera non metrik. Ini tentu jadi PR bagi penyedia jasa foto udara drone.
Usang, tapi masalah klasik ini masih banyak ditemui saat ini.
Lampung, 30 April 2022