Surveyor merangkap pilot, UAVs aerial mapping
Dunia teknologi selalu punya tempat di hati orang-orang yang hoby dan senang dengan dunia teknis mekanis. Itu yang kami rasakan ketika salah satu BUMN di bidang energy kelistrikan di Sumatera Selatan melakukan pemesanan 1 unit UAV jenis fixwing kepada kami. Saya sebut saya 2 orang surveyor yang kebetulan memiliki background Teknik Geodesi, dan kebetulan juga satu almamater dengan saya di salah satu perguruan tertua di Yogyakarta. Menjadi pilot tentu bukan hal yang mudah bagi mereka yang baru pertama kali menyentuh stick remote kontrol. Tapi pengalaman bermain dengan stick PS tentu jadi modal yang cukup untuk mengasah kelihaian jari dalam mengendalikan pesawat UAV, dalam hal ini take-off dan landing, karena pada saat mission, pesawat UAVs ini dikontrol oleh jalur terbang yang sudah autonomous sebelum terbang. Berikut ini cuplikan video ketika di hari ke-5 training mereka sudah mampu melakukan pengambilan data sendiri. Saya dan mas Thoha sebagai trainer hanya cukup mendampingi.
Mereka, 2 orang geodet yang berbeda tahun jadi sarjana ini hanya membutuhkan waktu 4 hari untuk menjadi 1 tim yang mampu melakukan foto udara udara.
Bagaimana dengan jalur terbang?
Selain kemampuan utama dalam menerbangkan unit UAVs Fixwing, mereka juga mampu membuat jalur terbang dan melakukan processing data, bahkan sampai tahap data kontur dari DTM. Menarik bukan!. Ternyata tidak harus menjadi ahli di aeromodelling, namun dengan kemampuan yang ada dan belajar bersungguh-sungguh pilot UAVs pun bisa diciptakan dari mereka-mereka yang tidak punya background aeromodelling sama sekali, namun apabila sudah pernah bermain pesawat aeromodeling tentu jadi modal plus untuk bisa menjadi pilot UAVs, dan lebih mudah belajar tentunya.
Apakah mereka juga mampu melakukan setting overlap dan sidelap? Nah ini bagian yang selalu menarik ketika kita bicara foto udara format kecil. Sidelap dan overlap erat kaitannya dengan tinggi terbang, resolusi kamera, dan target GSD yang ingin diperoleh. Misalkan kita terbang di 150 m, dengan kamera resolusi 18.2 Mp, apabila kita ingin memperoleh sidelap 70%, maka jarak antar jalur bisa pakai 70 m, dan apabila overlap dikehendaki 75%, kita bisa menggunakan shutter per 50 m. Rumit? tidak. Asal mau berhitung dan belajar. Kebetulan ini adalah materi training yang selalu kami berikan, agar user setiap kali melakukan pemotretan mampu meminimalisir adanya foto yang tidak nyambung. Apakah ada rumusnya? Ada. Dan setiap kamera akan berbeda formulasinya.
Dalam 5 hari apa saja yang dipelajari oleh mereka? Dalam durasi 5 hari training porsi paling besar adalah melatih pilot dan terbang menggunakan unit latih kami sebelum kami ijinkan mereka menerbangkan unit mereka sendiri. Hal ini untuk mengantisipasi kerusakan akibat latihan. Apabila yang rusak adalah unit latih kami, tentu itu bukan suatu masalah karena kami membawa 2 unit latih. Ini sebagai bentuk garansi kami dalam mencetak pilot-pilot UAVs Aerial mapping. Berikut saya tampilkan timeline training yang kami lakukan selama training tersebut.
Ah, mungkin ada yang bertanya kan, selesai training apakah ada sertifikat? tentu saja kami memberikan sertifikat sesuai dengan keahlian masing-masing selama mengikuti pelatihan tersebut. Dan untuk pilot, apabila kami nyatakan lulus akan mendapatkan 2 tandatangan dari seniro aeromodelling mas Thoha. Berikut contoh sertifikatnya.
Dan sebagi penutup, kami tampilkan hasil processing dari pelatihan ini.
Nilai GSD dari data yang diambil pada hari ke 5 training adalah 3.9 cm dengan tinggi terbang 150 m. Berikut saya tampilkan pengukuran piksel dalam Global mapper.
Berikut ini kami tampilkan juga kontur, DSM, dan DTMnya. Jangan tertipu ya, foto yang mirip foto udara di kanan pojok bagian bawah adalah point cloud. Itu adalah data vector, bukan data raster.