Foto udara drone/UAV, orthophoto atau hanya foto mosaik?
Orthophoto atau orthoimage adalah satu kesatuan foto udara yang dibuat dari mosaik foto-foto udara yang telah terkoreksi geomterinya. Memiliki skala yang seragam sama dis emua areanya dan nilai distorsi yang tetap.
Orthorectification adalah proses mengurangi/membuang efek kemiringan foto akibat perekaman data, dan kemiringan obyek semisal lereng bukit/gunung, sehingga hasil akhirnya berupa foto udara utuh telah terkoreksi secara planimetris. Bahasa mudahnya adalah telah dikoreksi efek perspektifnya.
Saya akan menampilkan 1 contoh foto udara dari UAV dibawah ini.
Perhatikan obyek rumah yang saya lingkari merah. Jika dibandingkan dengan 2 bangunan rumah lainnya, bangunan rumah yang saya lingkari sekilas nampak tidak tegak dari atas. Kenapa bisa begini?
Dari hasil percobaan yang saya lakukan, efek tilt dan kemiringan obyek tergantung pada settingan sidelapdan overlap. Semakin banyak foto di obyek yang memiliki kemiringgan yang cukup tinggi, maka hasil fotonya akan semakin tegak. Namun berlaku sebaliknya, obyek yang memiliki tinggi di atas tanah akan nampak terlihat seolah dari atas samping (bisa kanan kiri, atau atas bawah) jikalau sidelap overlap yang diatur sangat kecil.
Mengapa hal ini bisa terjadi?
Pertama, kamera UAV/Drone mayoritas bukan kamera metrik yang sudah terkalibrasi lensanya. Akibat langsungnya distorsi besar dan tidak sama di setiap sudut area framenya. Apabila kondisi pesawat turbulensi atau miring, efek distorsi ini akan sangat terasa. Cara mudah mengeceknya adalah dimensi panjang, yaitu ukuran pada hasil foto dengan di lapangan pada jarak tertentu memiliki deviasi yang berbeda-beda.
Kedua, luas area tampalan tiap foto yang kecil. Area foto yang cenderung memiliki distorsi paling kecil berada pada pusat foto. Maka idealnya pertampalan yang dilakukan jikalau memotret dengan UAV/drone harus tinggi/rapat. Efek terbang searah atau melawan angin seharusnya tidak mempengaruhi hal ini, apabila unit UAV/drone nya sudah bisa disetting capture image berdasarkan jarak, bukan per detik.
Ketiga, tinggi terbang. Semakin rendah maka efek perspektif atau bangunan nampak difoto dari samping akan semakin besar.
Keempat, software pengolahan. Pemilihan software pengolahan juga berpengaruh terhadap hasil akhir data. Beberapa software 3D model seperti Agisoft photoscan pro apabila menggunakan settingan default, maka komposisi bangunan yang nampak dari atas samping akan semakin besar. Lain halnya apabila proses mosaik dilakukan dengan software teknik yang lebih akurat, maka hasil foto tegak akan semakin banyak.
Bagaimanapun foto tegak adalah syarat utama ketelitian data. Semakin tegak sebuh obyek bangunan di dalam orthophoto, maka ketelitian foto udara tersebut semakin tinggi.
Dari keempat alasan yang saya sampaikan diatas, beberapa faktor external seperti kecepatan angin, kestabilan unit juga masih berpengaruh terhadap kualitas data. Bermain dengan kamera non metrik untuk pemetaan foto udara, maka harus dipahami betul bahwa skala dan distorsinya sering tidak seragam. Sedikit penjelasan saya diatas, ternyata membuat orthoimage yang terrektifikasi tidaklah mudah. Meski sudah menggunakan ground control point (GCP), foto dengan kondisi nampak dari atas samping tetap masih ada.
Namun dengan beberapa metode dimulai dari kstabilan unit, pengambilan data, dan pengolahan yang benar, efek perspektif bisa dikurangi secara maksimal. Dan orthophoto yang dihasilkan bukan sekedar foto mosaik yang disusun, namun secara palnimetrik sudah terkoreksi dengan benar. Paling tidak mendekati seperti foto diatas. Jika hasil pengolahan foto udara sudah tegak semua diatas, barulah operator melakukan uji kualitas data dilapangan. Foto yang seolah olah nampak dari samping atas tentu secara posisi dilapangan tidak akurat, bisa bergeser dan salah posisinya. Hal ini nampak sepele namun berpengaruh sangat besar terhadap akurasi dan presisi orthomosaic yang dihasilkan.
Bagi profesional yang telah memahami kelemahan foto udara/drone ini, tentu akan sangat berhati-hati dalam menghasilkan data yang berkualitas. Jangan sampai sudah melakukan pekerjaan dilapangan berhari-hari dan pengolahan bermalam-malam, namun hanya menghasilkan foto mosaik yang tidak terkoreksi skala dan distorsinya. Karena kalau sampai terjadi maka tak ada bedanya antara fotografer menggunakan drone/UAV dengan surveyor foto udara. Sama-sama menghasilkan foto mosaik yang disusun sambung menyambung tanpa melakukan koreksi skala dan distorsi. Sayang, bukan?.
Semoga bermanfaat tulisan singkat ini.
Yogyakarta, 12 Agustus 2018