Deformasi dari data UAV, Mungkinkah?
Yang besar tahun 90an, pati tahu lagu berjudul mungkinkah nya Stinky, vokalisnya tak asing di layar kaca, Andre Taulani yang gagal jadi walikota itu. Eits, tapi bukan itu yang akan kita bahas disini. Cuma waktu saya nulis artikel ini pas lagi ndengerin lagu mungkinkahnya Stinky.
Tepatnya Juni dan Agustus 2018 saya dan rekan rekan volunteer dari pecinta satwa merapi Pak Nano Winarno, komunitas aeromodelling Seribubintang mas Muhammad Thoha, dan temen temen Geologi dari Badan Geologi Yogyakarta melakukan pengambilan data puncak kawah gunung Merapi sebanyak 2 kali. Pengambilan pertama bulan Juni 2018 dilakukan pada pagi hari dengan asap dari kawah yang cukup tebal, sedangkan pengambilan data pada bulan Agustus dilakukan pada waktu yang relatif sama dengan asap yang lebih sedikit. Pengambilan data ini bertujuan untuk mendukung analisis lebih lanjut tentang Merapi yang saat ini dalam level Waspada 2. Metode UAV dipilih karena dianggap lebih murah, temporal singkat, dan aman (manusia tidak perlu mendekat ke puncak kawah). Meski untuk konfirmasi material baru terkadang dibutuhkan tinjauan lapangan langsung, tidak bisa diamati hanya dari foto udara.
Beberapa waktu lalu sudah saya tampilkan hasil 3D modelnya, bisa dilihat di artikel ini. Saya sendiri merasa tertantang untuk membuat sebuah analisa tentang deformasi. Sesuatu yang sudah cukup lama saya lupakan sejak terakhir kali masih berkutat dengan Geo Monitoring ala LEICA Geomos, tiltmeter dan GNSS single frequency.
Deformasi. Mungkinkah bisa dilakukan dengan data dari UAV?
Hasil meeting beberapa kali dengan Badan Geologi melontarkan perihal deformasi, yang belakangan baru saya sadari setelah 5 atau 6 kali pertemuan. Memang bebal otak saya yang terbatas ini. Berkali-kali pula saya meyakinkan diri untuk menelaah lebih lanjut tentang penggunaan deformasi dari data UAV. Beberapa saya cari referensi, memang tidak banyak yang me-riset deformasi dari data UAV. Tapi saya tidak akan menyerah meski harus melakukan beberapa kali lagi pemotretan udara di lokasi tersebut. Sebelum jauh saya akan menampilkan gambar profil puncak merapi.
Perhatikan gambar semacam garis yang membentuk gunung diatas. Garis warna biru adalah data bulan Juni. Sedangkan yang berwarna true color adalah data bulan Agustus 2018. Sekilas tidak nampak terjadi perbedaan surface dari 2 garis tersebut. Berimpit dalam satu garis. Saya menggunakan 12 titik GCP absolut. Yaitu GCP postmark yang didasarkan pada salah satau data, yaitu data bulan Agustus. Karena kondisi data yang lebih cerah baik dari segi awan maupun kepulan asap. Berikut persebarannya.
Dari ke 12 titik GCP tersebut, menghasilkan data adjusment registrasi sebesar 40 cm. Jika ditilik dari GSD foto yaitu 23.5 cm/piksel, nilai tersebut masih masuk toleransi 2-3 xGSD, secara teoritis ketelitian elevasi dan horizontal data UAV. Berikut saya tampilkan hasil adjusmentnya.
Untuk melihat apakah terjadi deformasi di puncak Merapi, saya overlay kan data Pointcloud dari bulan Juni dan Agustus. Kenapa saya memilih pointcloud? Bukan DSM atau DTM? Saya berpendapat data pointcloud lebih mewakili bentuk surface dengan kerapatan titik 23 cm. Jika data vektor pointcloud dirubah ke data raster berupa DTM, akan mengalami generalisasi dalam bentuk mesh triangle. Berikut saya tampilkan irisan dengan jarak yang lebih pendek untuk melihat kedua data apakah mengalami deviasi yang besar dari proses registrasi.
Pada gambar diatas nampak salah satu tebing puncak Merapi. Garis biru adalah data Juni, dan garis true color adalah data Agustus. Untuk menunjukan adanya deformasi, masih dibutuhkan data lebih banyak lagi dalam rentang pengamatan berrulang, misalkan per 3 minggu, atau per bulan. Ini untuk melihat deformasi di lokasi yang sama. Namun karena ketelitian data ini masih di level 2-3 x GSD atau saya generalkan sebesar 50 cm, maka toleransi deformasi yang lebih besar dari nilai tersebut yang akan terdeteksi. Jika deformasi yang terjadi masih di bawah 50 cm, akan sangat sulit untuk mendeteksinya dengan metode UAV. Kecuali deformasi terjadi pada lokasi atau titik yang secara lokal mengalami perubahan mencolok seperti lokasi keluarnya material baru di tengah kawah Merapi.
Semoga bermanfaat.
Yogyakarta, 17 Agustus 2018