Model 3D untuk Deteksi Atap atau Tapak Bangunan?
Menghasilkan model 3 dimensi dari fotogrametri saat ini bukanlah sesuatu yang sulit. Dengan pemasangan kamera miring dan tegak atau dikenal juga dengan istilah oblique dan nadir, kemudahan software, dan kecanggihan teknologi hardware komputer akhir-akhir ini kenampakan model 3 dimensi dan pemetaan dengan metode fotogrametri, tidak lagi menjadi barang langka. Metode tersebut masih dianggap lebih murah bila dibandingkan dengan pemetaan 3 dimensi menggunakan laser scanner, baik handheld laser scanner maupun mobile laser scanner. Namun yang tidak bisa disamakan adalah tentang presisi dan akurasi. Untuk pekerjaan engineering dengan syarat ketelitian tidak dalam sub cm, model 3 dimensi yang dihasilkan dari metode fotogrametri masih bisa diterima. Semisal untuk pemetaan bangunan skala menengah.
Contoh pada foto dibawah ini, adalah hasil dari kamera yang dipasang oblique sebanyak 4 buah dan 1 kamera tegak. Resolusinya akan cukup besar meski tinggi terbang tidak rendah. Contoh gambar dibawah ini resolusi di angka 2 cm dengan tinggi terbang di 150an meter terhadap objek.
Karena menggunakan kamera miring dan tegak yang jumlahnya 5 buah, sidelap dan overlap tidak perlu terlalu banyak. Karena dengan miring sebuah view kamera sudah memberikan angka overlap dan sidelap yang cukup besar , mungkin mendekati 90%.
Dengan kecanggihan software, hardware, dan input image dari beberapa kamera yang menggunakan 1 koordinat, turunan dari foto diatas bisa dihasilkan model 3 dimensi seperti dibawah ini.
Untuk menghasilkan detil yang digunakan di engineering, step pengolahan yang mengkompres image dan low quality tidak disarankan. Melakukan defini titik ikat sangat disarankan. Di beberapa software kita bisa mendefinisikan area tertentu pada sebuah objek yang digunakan acuan utama untuk mengikat proses mosaik. Proses ini butuh kedetilan dan spesifikasi komputer yang tinggi, dengan waktu yang cukup lama.
Dari data model 3 dimensi bangunan, bisa diperoleh informasi bentuk atap bangunan. Perlu diingat motede fotogrametri merekam apa saja kenampakan dari atas. Sehingga untuk keperluan pendefinisian alas bangunan atau tapak bangunan yang biasanya mendekati bentuk pondasi dasar bangunan bisa dilakukan hanya jika view perekaman tampak samping tercukupi. Semisal pojok pojok bangunan dan sudut beloknya. Jika view ini tidak terpenuhi, maka defini pointcloud akan menyasar bentuk atap bangunan tersebut, bukan pondasi dasar bangunan. Karena alasan ini penggunaan kamera oblique akan sangat membantu perekaman data sisi samping dari sebuah bangunan yang tidak mampu direkam oleh kamera tegak karena tertutup atap.
Di beberapa kasus pendefinisian tapak bangunan akan lebih mudah dilakukan jika tap gedung tersebut tidak melebihi ukuran gedung itu sendiri. Seperti Gambar diatas. Jika kenampakan sisi sampaing bangunan dapat terekam dengan baik, cukup menghubungkan ujung pojok bangunan di data pointcloud menjadi polygon sudah akan mendapatkan model tapak bangunan. Tentu saja ketelitiannya masih bisa diperdebatkan.
Untuk pekerjaan dengan budget murah semisal seharga Rp 45.000/ha metode ini memungkinkan dilakukan, karena beban kerja terberat, terlama, dan padat karya ada pada proses pengolahan data, jika metode pengambilan datanya benar.
Apakah worth it atau tidak?
Kembali ke pendapat pribadi. Untuk pekerjaan semacam ini sejauh yang saya tahu belum ada harga standarnya. Artinya kesempatan terbuka lebar karena akan banyak yang membutuhkan model data 3D seperti ini. Jika dibandingkan dengan pemetaan menggunakan laser scaner yang sama sama menghasilkan data 3D, tentu metode fotogrametri jauh lebih murah. Tapi proses pengolahan lebih berat pada metode fotogrametri.
Untuk menghasilkan data 3D bangunan dari luasan 1 ha, dengan spesifikasi komputer berupa processor i7 gen 7th, ram 64 GB, VGA Nvidia 8 GB, dan SSD 1 TB dibutuhkan kurang lebih 24 jam, dengan parameter pengolahan high quality. Bisa dibayangkan jika area yang dipetakan seluas 100 ha? 500 ha? 1000 ha, atau bahkan 10.000 ha? Persiapkan komputer yang handal dan operator yang sabar untuk proses tersebut tentunya.
Yogyakarta, 02 Maret 2024