Awan titik, titik lagi
Foto udara format kecil dengan Unmanned Aerial Vehicle Tanjung Pinang, Kepulauan Riau, 2017.
FOTO UDARA DENGAN PESAWAT TANPA AWAK
Sigit Riyanto, Muhammad Thoha, Muhammad Abdul Ghofar
KEY WORDS : Pointclouds, DTM, DSM, UAV
ABSTRAK : Metode foto udara dengan wahana pesawat tanpa awak akhir-akhir ini sangat ramai. Didukung dengan kemudahan dan biaya yang murah dari wahana tanpa awak itu sendiri, metode ini banyak diaplikasikan untuk pekerjaan praktis lapangan dengan ketelitian sedang. Selain data foto dalam 2 dimensi, data model 3 dimensi juga bisa diturunkan dari data foto udara tersebut. Sedikit bahasan yang akan saya sampaikan disini adalah tentang metode men-generate data raster ke dalam data vektor.
Studi yang kami lakukan ini berada di Tanjung Pinang Kepulauan Riau. Saya menggunakan salah satu software pengolahan data UAV yang sangat populer di Indonesia, yaitu Agisoft Photoscan. Untuk melakukan ortomosaik dan juga men-generate data pointcloud.
Gambar diatas adalah pointcloud yang di-generate dari UAV yang terbang di ketinggian 300m. Diproses dengan software Agisoft Photoscan Pro. Dengan memilih depth filtering agreesive dan quality high, hasilnya terlihat sangat rapat. Obyek yang diperbesar adalah area terrain terbuka dengan bangunan dan sedikit pepohonan perdu.
Apabila di-view dengan sudut kemiringan, tampak bahwa pointcloud di sisi bangunan terbentuk nyaris sempurna walau detilnya hilang. Namun point tidak terpisah dan sambung menyambung. Metode ini sangat cocok untuk membuat model 3D obyek bangunan seperti patung, gedung, dan obyek yang diambil dari 360 sudut pemotretan. Kelemahannya adalah ketika melakukan klasifikasi dengan memisahkan obyek ground dan non-ground. Tanpa software ketiga seperti riscan pro, atau terrascan, sangat sulit untuk mendapatkan ground saja. Pada tahap ini hanya ortomosaik dan data pointcloud yang sebenarnya bisa digunakan secara akurat. Dengan catatan studi area banyak terdapat obyek non ground, berbeda halnya apabila area adalah area terbuka tanpa kanopi apapun. Tanah telanjang, maka abaikan penjelasan ini. Mendapatkan pointcloud yang maksimal, dalam artian mudah untuk klasifikasi obyek ground dan non ground bertujuan untuk memdapatkan model DTM yang teliti. Metode DSM to DTM memang tidak keliru. Metode lain yang bisa diterapkan adalah pointcloud to DTM. Dengan meenggunakan data vektor (pointcloud) untuk memperoleh data vektor (garis kontur) tentu berbeda ketelitiannya apabila menggunakan data raster (DSM) dalam format DEM.tiff ke DTM (garis kontur). Untuk itu metode dan software dengan metode mapping yang perlu kita bahas selanjutnya pada artike berikut ini. |
Data yang berikut ini berasal dari software yang berbeda, yaitu APS Menci. Perhatikan bagimana interpolasi pointcloud yang dilakukan oleh software ini.
Dari segi rona warna pointcloud dari hasil software ini memiliki gradasi warna yang lebih seragam, namun tingkat kontrasnya rendah. Hal ini karena efek dari koreksi radiometrik yang membuat gradasi foto diseragamkan. Kelemahannya adalah gambar nampak kurang kontras. Tapi apabila jeli melihat lebih detil, pointcloud dari software ini tidak dilakukan metode interpolasi seperti pada penjelasan sofware sebelumnya.
Susunan pointcloudsnya tampak lebih rapi. Dinding bangunan tidak sepadat pada interpolasi software yang saya jelaskan sebelumnya. Hal ini dikarenakan algoritma yang digunakan pada software kedua ini hanya foto foto yang benar-benar tegak lurus terhadap obyek yang dipakai. Software ini mengesampingkan penampakan obyek dari sudut miring yang tidak tegak lurus. Hal ini tentu memberikan nilai ketelitian yang lebih baik daripada model algoritma yang juga menyertakan foto dari sudut miring.
Kita tidak akan menemukan jenis pointcloud seperti gambar diatas pada hasil pengolahan data UAV dari software pertama. Mengapa? seperti yang saya sampaikan sebelumnya, metode budle adjusment dan teknik generate pointcloud yang hanya menyertakan foto diatas obyek saja. |
Semoga bermanfaat.
Yogyakarta, 30 Maret 2017