True Orthomosaic atau Foto Tegak
Foto dari hasil kamera baik kamera metrik maupun non metrik baik di udara maupun tidak memiliki proyeksi sentral, yaitu proyeksi dimana dalam satu area jepretan kamera, hanya sebagian area tengah foto yang nampak tegak. Hal ini karena titik fokus kamera ada di pusat kamera. Mudah saja untuk mengetahui maksud dari kalimat diatas. Coba perhatikan foto dibawah ini. Pada tengah foto agak ke atas sedikit nampak gambar bangunan rumah tegak, namun perhatikan lebih detil lagi pada pohon kelapa yang terdapat diseluruh area foto. Dibagian pinggir foto posisi pohon kelapa nampak semakin miring. Semakin ke area [inggir atau pojok foto maka gambar akan semakin miring. Hanya pohon kelapa yang ada di tengah foto yang nampak tegak. Ini yang disebut dengan foto memiliki proyeksi sentral.
Sedangkan peta yang dibuat dari hasil foto udara baik wahana airborne, drone atau UAV memiliki proyeksi orthogonal, yaitu proyeksi yang nampak tegak semua dari pandangan atas atau top. Dimana tidak ada lagi pohon atau bangunan yang nampak miring. Untuk memudahkan membedakan 2 proyeksi tersebut saya lampirkan presentasi dari Koert Sijmons dari ITC, Belanda berikut ini.
Konsekuensi logis dari proyeksi sentral dibuat menjadi proyeksi orthogonal adalah adanya skala yang tidak seragam, dan relief displacement. Dan mayoritas pengolahan foto udara yang dihasilkan oleh kamera terutama sekali drone atau UAV akan mengalami kondisi tersebut. Dibeberapa tulisan saya bisa terwujud dalam bentuk mleyot, keriting, atau tidak nyambung, dan bangunan atau pohon tidak nampak tegak, atau seolah-olah difoto dari sudut kemiringan tertentu. Apabila tidak cermat maka kondisi ini akan selalu terjadi. Beberapa solusi di bagian pengambilan data adalah dengan penggunaan kamera lensa sempit dan fix dimana focal lenght tidak berubah. Focal lenght yang berubah akan mengakibatkan ketidak seragaman skala di seluruh area mosaik yang dihasilkan. Maksudnya adalah jika saya punya penggaris sepanjang 1 meter sebanyak 10 buah kemudian saya sebar di seluruh area yang saya foto, kemudian saya olah hasil mosaik dan saya ukur satu per satu panjang penggaris di atas data mosaik, maka panjang penggaris 1 meter akan terjadi perbedaan ukuran di tiap masing-masing penggaris. Semakin besar perbedaan ukuran dan tidak seragam itulah gambaran skala tidak seragam.
Bagaimana jika overlap diperbesar, semisal 90%?. Secara teori cara ini akan bisa menjadi solusi. Namun realitanya kondisi tidak tegak mleyot dan tidak nyambung kadang masih saja terjadi. Penggunaan lensa sempit dan fix justru akan banyak berperan dalam memberikan solusi pada kasus ini. Saya akan menampilkan contoh foto tegak yang diambil dari ketinggian 100m dengan phantom 3 pro. Tanpa menggunakan kamera lensa fix dengan overlap lebih dari 90% dan dari metode terbang grid dengan 2 kali flight dimana 1 kamera nadir (tegak) dan 1 kamera oblique (miring 70 derajat)
Kelamahan dari orthomosaic diatas adalah area yang tegak hanya bagian di dalam line merah. hal ini karena penggunaan lensa non-fix. Bagian pinggir area masih nampak terfoto dari sudut yang tidak tegak. Meski nampaknya sudah tegak namun area yang yang dihasilkan masih sempit jika dibandingkan dengan keseluruhan area yang difoto. Bedakan dengan hasil orthomosaic yang menggunakan kamera fix berikut ini.
Sengaja saya tampilkan hingga ke pinggir foto meski seharusnya pinggir foto tetap dibuang. Namun hasil foto diatas yang menggunakan kamera Sony A6300 dan lensa Zeiss Ventum 21 mm f2.8 nampak lebih luas area yang tegak meski terbangnya hanya 70 meter, dan hanya menggunakan mode kamera nadir (tegak) saja.
Seperti yang kita ketahui bersama untuk membuat orthomosaic bisa dengan menggunakan surface berupa mesh dan DEM. Apa itu mesh?, apa itu DEM?, silahkan dibaca di artikel-artikel saya sebelumnya. Cara ini tidak keliru, hanya saja jika tidak memiliki koreksi ketinggian objek yang akurat maka hasil orthomosaic tetap akan nampak miring, mleyot dan ketarik-tarik. Salah satu syarat untuk menghasilkan tru orthomosaic adalah koreksi ketinggian objek yang kemudian dipisahkan antara objek berketinggian dengan objek yang tidak memiliki tinggi di permukaan tanah, bahasa mudahnya pisahkan DTM dari DSM, maka mosaic yang dihasilkan bisa tegak, tidak mleyot dan nyambung semua. Prakteknya begitu.
Tapi metode pengambilan data untuk mempermudah proses diatas idealnya dengan 2 moetode, Nadir dan oblique. Tidak nadir semua dan tidak oblique semua. Tentu saja saya sangat merekomendasikan penggunaan kamera dengan lensa fix dengan sudut yang lebih sempet. Resikonya adalah sidelap tidak lebar, dan pekerjaan jadi lebih lama karena jumlah line jadi lebih banyak, begitu juga jumlah foto.
Semoga bermanfaat.
Yogyakarta, 18 Februari 2020