Adaptasi drone untuk mapping
Beberapa waktu lalu saya diberi kesempatan berdiskusi dengan 2 orang expert yang sama-sama berasal dari Sulawesi, satu dari Palu, dan satu lagi dari Kendari. Diskusi kami hidup dan berlangsung hingga 2 hari. Apa tema diskusi yang begitu menarik hingga mereka rela datang jauh jauh dari Sulawesi ke Jogja? Itu yang ingin saya bahas di tulisan saya kali ini.
Menilik background dari kedua orang ini yang datangnya bergantian cukup menarik. Salah satu adalah pengajar yang juga menurut saya beliau memiliki sense og research yang tinggi dan melihat profilnya di medsos beliau ini beberapa kali melakukan riset dibeberapa universitas di luar negeri. Satu lagi adalah expert di perencanaan sipil, kelautan, pesisir dan pelabuhan. Rupanya tanpa saya sadari peserta training kali ini adalah bukan sekedar orang-orang yang menggunakan unit UAVs atau drone seperti halnya peserta training saya sebelumnya. Pertanyaan dan diskusi tidak hanya membahas hal dasar atau basic mapping, namun juga menyentuh ranah aplikasi pekerjaan di lapangan, kebutuhan dan kapabilitas data untuk digunakan di software lain.
Lebih daripada yang saya pahami selama ini, fungsi sebuah drone yang mampu menghasilkan data foto udara ternyata digunakan lebih jauh tidak hanya sekedar foto udara 2 dimensi dan kontur, namun berguna juga untuk data perencanaan. Bayangkan saja untuk merencanakan pembangunan pesisir, dari drone ini bisa dihasilkan tidak hanya foto yang mampu di overlay kan ke google earth, namun juga bisa digunakan untuk melihat gambaran surface permukaan area tersebut secara 3D di google earth. Bagi beberapa orang tentu hal ini bukanlah hal yang wah, namun ternyata di bidang lain model ini sangat membantu untuk perencaaan. Misalkan mau meletakkan rencana proyek pelabuhan di area mana, dengan model dan arah kemana, serta di area mana di bagian pantai yang perlu dibangun pemecah ombak berdasarkan foto orthomosaic dan model 3D nya.
Model 3D overlay ke GE (data di Eropa salah satu produk UAV buatan Italia)
Dari bertukar informasi dan kebutuhan di bidang mereka, saya menjadi terpacu akan semangat riset dan terus mengembangkan kebutuhan mapping dari sudut pandang dunia yang berbeda dengan background saya. Namun sebagai seorang geodet, prinsip-prinsip geodesi tetap saya pegang. Jadi kesemua itu data haruslah bisa diukur dan digambarkan. Untuk itu kaidah pemetaan, penggambaran berprinsip pada kartografi, dan fotogrametri tetaplah menjadi acuan dalam menghasilkan data foto udara, apapun produk akhirnya. Mempelajari prinsip-prinsip geodesi memang dibutuhkan konsentrasi dan terkadang juga harus turun ke lapangan. Dengan semakin dimudahkannya pekerjaan oleh teknologi dan juga sofware, beberapa kegiatan bisa dilakukan dengan efisien dan sedikit orang saja. Seperti contoh gambar berikut ini. Data dari drone dan saya overlaykan secara 2D dan 3D ke google earth. Secara visualisasi bagus, untuk planning perencanaan seperti digitasi rumah juga mumpuni, apalagi dengan GPS yang tersematkan pada drone, kita bisa mengetahui berapa pergeserannya dari google earth, dan bisa kita simpulkan data tersebut sudah bisa kita gunakan atau perlu penyempurnaan dengan ground kontrol point sebagi ikatan.
Overlay orthomosaic 2D ke GE
Tidak dibutuhkan lebih banyak orang untuk bisa menghasilkan data seperti di gambar ini. Tentu saja masalah akurasi selalu bisa diperdebatkan secara ilmiah dan teknis, mengutip kata-kata dosen favorit saya, Mr. Made Andi Arsana. Point pentingnya adalah bahwa dengan 1 orang, pekerjaan mengambil foto udara, melakukan prosesing, penyajian data dalam 2D dan 3D bisa dilakukan hanya dengan 1 orang. Apakah ini artinya pekerjaan akan lebih membutuhkan sedikit orang? Jawabnya bervariasi. Ada kalanya iya, apabila kebutuhan data tidak menyaratkan akurasi dan presisi, adakalanya tidak apabila dibutuhkan keakuratan dan presisi data dimana disiplin ilmu survei terestris yang berperan dalam pengukuran koordinat GCP dibutuhkan, pengolahan dengan prinsip fotogrametri dibutuhkan, dan penyajian peta dengan kaidah fotogrametri juga dibutuhkan. Namun dengan majunya teknologi saat ini, semua pekerjaan tersebut di luar sana bisa dikerjakan hanya dengan satu orang saja.
Pointclouds with true color
Menurut saya, penting sekali meningkatkan kemampuan dan mengikuti perkembangan teknologi. Selain untuk menunjang kebutuhan pekerjaan, juga agar tidak tergilas oleh kemajuan teknologi. Bagi yang ingin mendalami aerial mapping dengan drone, penting sekali memahami prinsip dasar foto udara format kecil, seperti mengapa ada saja bentuk atap yang tidak lurus di hasil foto drone setelah disatukan, mengapa terjadi hole pada hasil orthomosaik, mengapa kontur masih naik ke atas atap rumah, dan sebagainya. Hal ini sangat menarik kita diskusikan bersama dan melakukan praktek pengambilan data serta melakukan pengolahan agar bisa digunakan dalam pekerjaan kita dengan ketelitian yang dapat diterima berdasarkan toleransi yang ditetapkan. Saya membuka diri untuk diskusi-diskusi semacam ini dan juga permintaan training bersifat kolektif maupun private. Teknologi tidak akan pernah berhenti berkembang selama masih ada manusia-manusia kretaif diluar sana, hanya kita mau tidak mengikuti perkembangannya untuk memudahkan pekerjaan kita.